Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat.
Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula
merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi
melaut. Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi
pantai. Bandeng merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng dapat
hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng
relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang
hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih
dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat
produktivitas yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistim yang
lebih intensif produktivitas bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali
lipatnya.
Dari aspek konsumsi bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab
bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Bandeng
presto, bandeng asap, otak-otak adalah beberapa produk bandeng olahan
yang dapat dijumpai dengan mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun
terakhir permintaan bandeng meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun,
tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82%.
Budidaya bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air
kotor maupun bau amis. Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air
dan tambak yang bersih serta tidak tercemar.
Studi ini menjelaskan beberapa aspek budidaya bandeng yang dimulai
dengan profil budidaya bendeng secara umum pada bab 2. Pemasaran di
wilayah penelitian dan prediksi permintaan dan penawaran tingkat
nasional dijelaskan pada bab 3. Aspek teknis pemeliharaan intensif
disajikan pada bab 4. Bab 5 secara khusus menyajikan aspek keuangan
budidaya bandeng pola pemeliharaan semi intensif. Bab 6 membahas peran
budidaya bandeng dan masalah yang dihadapi, ditutup dengan bab 7
kesimpulan dan saran untuk pengembangan usaha budidaya bandeng.
PROFIL USAHA
Bandeng merupakan jenis ikan yang bisa dibudidayakan pada tambak.
Potensi tambak Indonesia tersebar di seluruh tanah air, hanya ada tiga
propinsi yang tidak memiliki tambak yakni Sumatera Barat, DKI dan DIY.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tambak terluas. Tahun 2000
tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak
di tanah air (BPS, 2002). Sementara itu di Jawa Timur pusat tambak
terletak di Kabupaten Gresik dan Sidoarjo dengan luas tambak
masing-masing 38,44% dan 32,17% dari luas tambak Jawa Timur (Dinas
Statistik Propinsi Jawa Timur, 2003). Mengacu pada data di wilayah
Sidoarjo, lebih dari 60% tambak adalah tambak bandeng.
Selama sepuluh tahun terakhir (1990-2003) pertumbuhan luas tambak
maupun produksinya memiliki trend yang positif. Dari tahun 1990-2000
luas tambak tumbuh 2,97% rata-rata per tahun sedangkan pertumbuhan
produksi tambak 3,16%. Sementara itu produktivitas tambak berfluktuasi
dari tahun ke tahun tetapi berkisar pada angka 700-800 kg per ha. Luas
dan produksi tambak tahun 1990-2003 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Luas Tambak Bersih dan Produksi, 1990-2003
Luas Tambak Bersih dan Produksi, 1990-2003
Tahun
|
Luas (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
|
432.156
469.839
486.611
492.879
500.468
499.818
523.818
551.778
n.a
n.a
|
355
346
361
404
370
354
413
430
455
472
|
Sumber : BPS, 2002
Dalam buku ini, wilayah penelitian yang dipilih adalah usaha tambak
bandeng di wilayah Sidoarjo dan Gresik yang merupakan usaha yang
dilakukan masyarakat secara turun temurun. Mula-mula usaha ini adalah
usaha sambilan para nelayan yang tidak dapat pergi melaut, namun dalam
perkembangannya usaha ini tidak lagi menjadi monopoli nelayan tetapi
menjadi pencaharian utama masyarakat umumnya. Usaha tambak bandeng dapat
berkembang dengan baik di kedua wilayah ini sebab dari aspek teknis
lingkungan kedua wilayah lebih cocok digunakan untuk tambak dari pada
untuk lahan pertanian. Tambak lebih banyak digunakan untuk pemeliharaan
bandeng sebab secara teknis memelihara bandeng relatif lebih mudah
dibandingkan udang misalnya. Harga bandeng yang tidak terlalu mahal
sebenarnya juga menjadi insentif tersendiri bagi petambak untuk
mengusahakan tambak bandeng. Dengan harga yang relatif murah maka
bandeng yang dipelihara di lokasi yang umumnya jauh dari pemukiman ini
relatif aman dari gangguan pencuri. Aspek pemasaran juga mendukung
berkembangnya budidaya bandeng tambak, walaupun permintaan bandeng tidak
setinggi produk ayam tetapi informasi dari petambak menyatakan bahwa
belum pernah terjadi petambak harus menjual bandeng dengan harga yang
begitu murah sehingga menyebabkan kebangkrutan. Artinya selama ini belum
pernah ada petambak bandeng yang sampai bangkrut baik karena pasar yang
lemah ataupun karena gangguan penyakit.
Dalam hal teknologi yang digunakan, sampai saat ini sebagian besar
tambak bandeng masih menggunakan teknologi sederhana. Di Sidoarjo 93%
pengelolaan tambak bandeng masih menggunakan pola tradisional dan semi
intensif, 7% sisanya menggunakan pola intensif. Dengan sistim
tradisional produktivitas tambak bandeng hanya 50-100 kg per ha setiap
musim tebar. Dengan sistim intensif produktivitas tambak bandeng dapat
ditingkatkan hingga mencapai 150 – 200 kg per ha per musim tebar.
Perbedaan pengeloaan intensif dan tradisional terletak pada aspek bibit,
pengelolaan tambak, sistim pengairan dan makanan. Secara rinci
perbedaan pengelolaan tambak intensif dan tradisional dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Pengelolaan semi intensif merupakan sistim pengelolaan yang sudah
tidak tradisional tetapi belum intensif penuh, sehingga pola semi
intensif bervariasi, yang terletak antara pola tradisional dan intensif.
Sebuah contoh pengelolaan tambak semi intensif adalah, pengairan diatur
secara sederhana, dilakukan pemberian pupuk dan makanan tambahan pada
saat menjelang panen dengan kepadatan tebar 10.000 ekor per ha.
Tabel 2.2.
Perbedaan Perlakuan Budidaya Bandeng
Perbedaan Perlakuan Budidaya Bandeng
Kriteria
|
Tradisional
|
Intensif
|
Spesifikasi tambak
|
Sederhana
|
Mengikuti aturan tertentu (lihat bab IV)
|
Bibit (nener)
|
Penangkapan tanpa seleksi sehingga ukuran tidak seragam
|
Dari hatchery dan terseleksi sehingga ukuran seragam
|
Kepadatan penebaran (ekor/Ha)
|
Rendah,
5.000 ekor
|
Tinggi,
50.000 ekor
|
Makanan
|
Alami, apa yang tersedia di tambak
|
Dipupuk dan diberi makanan tambahan
|
Pengairan
|
Bergantung pada pasang surut air laut
|
Diatur dengan bantuan peralatan
|
Sumber : Murtidjo, 2002
POLA PEMBIAYAAN
Di wilayah Sidoarjo hanya ada satu bank yang memberikan kredit untuk
petambak bandeng yakni PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang
Sidoarjo (selanjutnya disebut Bank BRI). Namun demikian tidak terdapat
skema kredit khusus untuk usaha tambak bandeng. Pemberian kredit untuk
usaha tambak bandeng sama dengan sistim pemberian kredit untuk usaha
lainnya.
Pinjaman untuk usaha diberikan dengan sistim Rekening Koran Murni.
Dengan sistim ini ketika peminjam memerlukan kredit maka dia akan
membuka rekening untuk diisi dananya oleh bank. Peminjam bebas
mencairkan atau melunasi penjamannya setiap saat. Kewajiban yang harus
dipenuhi oleh peminjam adalah membayar bunga sejumlah pinjaman yang
tersisa. Ketentuan lain berkaitan dengan kredit usaha ini dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3.
Persyaratan Kredit Usaha Bank BRI Sidoarjo
Persyaratan Kredit Usaha Bank BRI Sidoarjo
Persyaratan Kredit
|
Investasi
|
Modal Kerja
|
Bunga (% per tahun)
|
14 – 18
|
14 – 15
|
Masa bebas bunga (bulan)
|
6 – 12
|
Tidak ada
|
Jangka waktu (tahun)
|
5
|
1 – 3
|
Dana sendiri (%)
|
35 – 40
|
20 – 30
|
Sumber : Bank BRI Sidoarjo
Di Bank BRI ada tiga petambak bandeng yang menerima kredit dari BRI
dengan pola ini. Pemberian kredit kepada nasabah ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan, antara lain:
- Jaminan kredit yang diambil adalah sertifikat tanah. Sebenarnya inilah yang lebih penting bagi Bank BRI. Kasus salah satu nasabah yang memerlukan kredit tidak dapat dipenuhi sebab yang bersangkutan tidak lagi memiliki sertifikat tanah yang dapat dipakai sebagai agunan.
- Petambak tersebut telah menjadi nasabah Bank BRI sejak lama (rata-rata lebih dari 10 tahun). Selama mereka menjadi nasabah BRI selalu menunjukkan kinerja yang baik (tidak pernah bermasalah).
- Mempunyai usaha lain selain tambak.
Dengan kriteria tersebut nasabah tidak mengalami kesulitan jika
sewaktu-waktu memerlukan uang baik untuk investasi (membel atau menyewa
tambak) maupun untuk kredit modal kerja, tetapi bunga yang harus
ditanggung usaha tambak bandeng lebih tinggi yakni 20%. Relatif
tingginya bunga usaha tambak bandeng didasarkan pada tingginya resiko
usaha ini. Dalam kenyataan kredit tidak pernah berjangka panjang, ketika
petambak memiliki uang umumnya mereka segera melunasi hutangnya,
sehingga rata-rata masa kredit hanya berlangsung sekitar 1 tahun.
Petambak melakukan hal ini karena ketika panen petambak mempunyai cukup
pendapatan untuk menutup hutangnya. Disamping itu bunga kredit yang
mencapai 20% dirasakan sebagai beban yang cukup berat bagi petambak.
smbr:ikanmania
smbr:ikanmania
0 komentar:
Posting Komentar